Skip to main content

Posts

Menabung yuk

Beberapa hari terakhir Ia meminta izin untuk membeli mainan. Entah apa penyebabnya. Menolaknya tentu menjadi jawaban atas permintaannya. Selama kami di rumah neneknya, Ia sudah beberapa kali membeli mainan. 1 mainan atas izin bundanya sisanya saat bundanya tidak sedang di sekitarnya. Respon atas penolakan ini tentu saja rengekan beberapa saat. Namun kemudian saya ingatkan bahwa Ia sedang menabung untuk membeli mainan lain yang Ia impikan. Setelah beberapa saat menolak akhirnya Ia menyerah. Lalu kembali bermain bersama adiknya. Menabung memang telah lama dikenalkan padanya. Ayahnya sengaja membelikan Ia celengannya sendiri untuk memudahkan Ia menabung uang jajan yang diberikan untuknya. Beberapa kali kami tekankan bahwa untuk membeli mainan atau jajanan yang harganya melebihi uang jajannya perlu Ia beli dari tabungannya. Cara ini cukup efektif untuk mengerem keinginannya dan membuat Ia rajin menabung. #day4

Hari yang Sibuk

Merencanakan kegiatan untuk mengenalkan kembali konsep rezeki pada Si Sulung sudah beres. Malam kemarin sudah ada beberapa rencana di benak. Namun kegiatan di hari ini yang ternyata cukup padat membuat rencana ini buyar. Membeli bahan material untuk renovasi beberapa bagian rumah ibu rupanya menguras banyak waktu. Bagaimana tidak? Ada item yang langka di toko bangunan. Pulang dari belanja bahan material sy malah dikejutkan oleh suara Si Sulung yang sumringah membawa celengan dan bola yang dibelikan neneknya saat saya pergi. Saya agak tercenung. Lah kok jajan? Saat itu saya malah lupa bahwa kejadian Ia dibelikan celengan dan bola adalah salahsatu bagian dari cerita rezeki. Ya sudahlah. Mungkin efek dari kelelahan karena mencari material. Rencana yang buyar di hari ini nampaknya harus ditebus dengan kegiatan yang berkualitas esok. Mengingat esok sudah tak ada lagi kewajiban berkeliling mencari material. #Day3

Ketika Ia Meminta Mainan

'Bunda mau beli mainan di toko x' katanya. Mengingat Ia yang baru saja belanja mainan bersama neneknya (meski tak seberapa), saya pun tak mengizinkannya. 'Teteh kan mainannya masih banyak', ujar saya. Ia merengek sekejap. Saya mengingatkannya akan mainan di rumah yang masih banyak. Lalu nego. Saya akan mengizinkannya membeli mainan tapi mainan di rumah perlu diberikan pada yang membutuhkan agar tak menumpuk. Mendengar itu Ia akhirnya terdiam lalu kembali bermain. Alhamdulillah di usianya yang semakin besar (4th), Ia semakin bisa diajak nego tanpa rengekan berlebihan. Sebelumnya Ia akan merengek dan menangis ketika keinginannya tak terpenuhi. Biasanya saya akan membiarkannya menangis tanpa memenuhi keinginannya. Sambil mengingatkan bahwa dengan menangis Ia tak akan mendapatkan apa-apa. Ia kemudian bisa sangat marah dan lalu mencari ayahnya untuk mengadu. Nah disini tugas ayahnya yang kembali memahamkan tentang adab meminta. Dan alhamdulillah itu ampuh. Memang kerjasama ...

Belajar Mengenal Uang

Cerdas finansial, begitu bahasanya, ternyata perlu loh ditanamkan sejak masih kecil. Mengenalkannya tentang uang dimulai dari membahas rezeki. Apa itu rezeki. Itu yang sy dapat dari kelas bunda sayang IIP. Terkait menjelaskan konsep rezeki pada si sulung nampaknya masih perlu pembahasan lebih mendalam. Selama ini kami hanya mengenalkan padanya bahwa uang yang Ia dapat untuk jajan didapat ketika ayahnya bekerja. Hal ini selalu kami ulang-ulang terutama ketika waktu dinas ayahnya sudah di depan mata. Membaca materi tentang cerdas finansial di kelas membuat sy kembali merenung. Sudahkah sy cukup membahas rezeki hingga Ia paham bahwa rezeki dari Allah SWT itu luas? Beberapa kali kesempatan sy dan suami memang menyelipkan bahwa rezeki itu bisa berasal dari mana saja. Tapi sy belum yakin konsep tentang rezeki ini telah benar saya sampaikan. Mungkin saatnya saya membahasnya lagi bersama Teteh. Mengingat Ia kini makin besar dan sudah punya banyak keinginan. #Day1

Ia dan Kamera

Bercerita tentang kegemarannya memotret rasanya tak ada habisnya. Ia selalu punya momen untuk diabadikan ketika Ia mulai memegang hp. Apalagi ketika Ia dipinjami ayahnya kamera saku. Ketika batere belum habis maka semasa itulah Ia memotret. Ini adalah foto karya yang terbaru yangmasih saya simpan. Yang lebih baru tentu ada di kamera saku. Meski mungkin kemampuannya memotret sama sekali tak mengindahkan kaidah fotografi, namun tetap ada yang bisa dikoleksi. Ke depan, jika memang minatnya di fotografi insyaallah akan diikutkan pada workshop fotografi. Agar wawasannya tentang fotografi dapat memperluwes caranya memotret sekitar. Dan dengan keluwesannya semoga Ia bisa memotret momen yang dapat menginspirasi banyak orang dan menjadi ladang amal untuknya kelak.

Bermain Peran

Jika Ia sedang bersama dengan sepupunya atau adiknya maka Ia akan sangat senang bermain peran. Dengan atau tanpa menggendong boneka kesayangannya. Ia kadang memerankan bunda, atau kakak atau bahkan adik. Ia menjadi sangat imajinatif dan cerewet. Sesekali Ia pun berperan menjadi seorang penjual atau pembeli. Saat berperan menjadi seorang bunda Ia akan menawari 'bayi'nya menyusu. Kadang Ia memerankan seolah sedang ganti popok. Dengan wajah antusias Ia berkata pada saya, 'Ibu sebentar dedenya ngompol'. Ia memerankan semua hal layaknya ibu pada seorang bayi. Saat berperan menjadi seorang penjual maka Ia akan menawarkan barang jualannya. Jika Ia berperan sebagai penjual makanan di resto maka Ia akan menawari saya berbagai menu makanan yang Ia pernah dengar. Jika Ia berperan sebagai penjual sepatu maka Ia akan membawa sepatu miliknya atau adiknya untuk dijual. Saat berperan sebagai pedagang kadang saya memergokinya sedang menghitung. Hitungannya masih berantakan di belasan....

Membaca Membuatnya Berbinar

Membaca buku adalah kesenangannya. Setial hari Ia bisa minta dibacakan buku hingga 5 buku. Ia tak peduli jika buku itu telah dibacakan sebelumnya. Melahap cerita-cerita sederhana adalah kebiasaan hariannya. Cerita tentang hewan atau manusia Ia suka. Ia bisa sangat antusias mendengarkan jika sudah bercerita tentang buku. Kadang ketika buku dibacakan Ia sambil beraktivitas lain. Membuat bundanya menghentikan sejanak. Namun ternyata dalam beraktivitas pun Ia masih mendengarkan. Sehingga seringkali Ia protes. Buku menjadi salah satu acuannya dalam bersikap. Seringkali ketika diingatkan oleh Ayah Bundanya Ia timpali dengan menyebut tokoh cerita yang pernah Ia baca. Maka memastikan mendapatkan bacaan terbaik adalah tugas Ayah dan Bundanya kini. Semoga kegemarannya membaca di usianya kini membuat Ia menyukai buku pula kelak. Dan semoga Ia pun tak lupa membaca buku pedoman hidupnya, Quran.

Memotret

Dalam rangka mengenalkannya pada banyak kegiatan, Ia pun diupayakan dapat memilih banyak kegiatan setiap harinya. Hari ini Ia memilih untuk menjadi fotografer. Berbekal kamera saku yang dipinjamkan ayahnya beberapa hari lalu Ia memulai petualangannya memotret sekitar. Memotret rupanya menjadi hal yg nengasikkan buatnya. Di pagi hari Ia sengaja berkeliling rumah lalu menjadikan adiknya sebagai objek foto. Berulangkali Ia memberikan aba aba angka sebelum Ia memotret. Hasil potretnya? Lumayan lah. Ia sudah bisa menempatkan objeknya di dalam batas-batas frame. Malam harinya, Ia kembali mengambil kamera. Mengajak sepupunya untuk ikut serta. Kali ini dia memberikan kesempatan pada sepupunya untuk ikut pula mencoba memotret. Good job. Ia tak hanya asyik sendiri dengan kamera yang Ia pinjam. Ia berusaha membagi keseruan memotret dengan sepupunya. Semoga kedermawanan dan kelapangan hatinya memberikan dampak baik di sepanjang hidupnya kelak. Aamiin

Konsisten

Konsisten atau mungkin kata yang lebih pas adalah keukeuh yang paling menggambarkan Si Sulung. Ia tak mudah dibelokkan keinginannya. Jika sudah punya keinginan maka Ia konsisten mengejarkan. Ketika Ia ingin bermain dengan adiknya maka meski adiknya menolak hingga pecah tangisnya Ia tak tergoyahkan. Itulah Ia. Seperti hari ini, ketika keinginan mainnya sedang membuncah, ia berbicara sepanjang jalan pada ayahnya. Ia ingin ke tempat main. Tak tergoyahkan. Ayahnya hanya berhasil menggeser waktunya. Sisanya Ia keukeuh. Mungkin jika lebih melobi Ia akan berhasil dibujuk, namun nampaknya Ayahnya sengaja ingin memberikan hadiah atas keberhasilan latihan shaumnya (shaum hingga dzuhur lalu lanjut lagi hingga maghrib setelah makan siang). Alhamdulillah potensi keteguhan hatinya muncul semoga, kami, orangtuanya, mampu menumbuhkannya ke arah ketaqwaan. Agar iman yang ada dalam hatinya terpancang kuat tak tergoyahkan.

Imajinasi

Hari ini tiba-tiba Ia meminta saya mengambilkan lego. Ia ingin bermain lego. Kemampuannya untuk menyusun dan membentuk lego bisa dikatakan oke. Imajinasinya dalam membentuknya pun kadang mencengangkan. Seringkali Ia mampu bertahan cukup lama memainkan lego. Membangun, lalu membongkarnya kembali untuk menyempurnakan bangunan atau membuat bentuk baru.  Berkaitan dengan imajinasinya. Beberapa waktu sebelumnya saya agak dikejutkan dengan gambar yang Ia buat. ia membuat gambar Ayah, Bunda, dirinya, adik perempuannya serta adik bayi dalam stroller. Dan bentuknya sudah menyerupai aslinya. Ada kepala, tangan, kaki, mata, hidung dan mulut. Entah sejak kapan. Karena jujur, jaranh sekali Ia memainkan pulpen atau pensil untuk menggoreskannya dan membentuknya menjadi gambar manusia.

Mengobservasi Minat dan Bakat

Hari ini tiba-tiba dikejutkan dengan lantunan beberapa ayat Al Quran dari mulutnya. Saya tak pernah menyengaja memintanya menghapal. Namun beberapa kali mendengar potongan ayat yang dimurajaah oleh bundanya rupanya berbekas. Kekuatan memorinya yang baik membuatnya tampak pula asik mengingat takaran untuk membuat susu. Meski kadang Ia kembali bertanya untuk memastikannya. Namun nampaknya Ia lebih mudah mengingat apa apa yang tersaji secara auditori bukan visual saja. Seperti saat menakar susu untuk adiknya, Ia mengingat takarannya karena Ia tak hanya melihat namun mendengar instruksi. Menakar susu rupanya Ia samakan seperti membuat kue. Ia antusias sekali jika bundanya sedang membuat kue atau mengadon masakan. Seketika Ia bisa menghentikan aktivitas sebelumnya. Namun terkadang aktivitas membuat kue tak Ia tuntaskan. Padahal jika itu memang kesukaannya seharusnya Ia tak mudah jenuh bukan? Sepertinya masih perlu banyak obaervasi untuk melihat minat dan bakatnya. Semoga segera terlihat ...

Telinga dan Memori yang Baik

Telinganya tajam. Berbekal dari memaksimalkan telinganya, Ia mampu menghapal apa yang Ia dengar. Meski kadang perlu diperbaiki, namun modal memori yang Ia punya amatlah baik. Dengan telinganya yang jeli dan memorinya yang juga baik Ia akhirnya seringkali membuat Bundanya terperangah heran. Berbekal telinganya, lagu yang Ia dengar beberapa kali bisa Ia ingat. Begitupun ayat ayat alquran atau petikan doa. Meski kadang ternyata ada yang harus diperbaiki disana sini. Mungkin kemampuannya di usia balita ini adalah wajar. Bukan hanya dirinya yang memilikinya. Namun tetap saja saya yakin Ia bintang dalam hapalan. Tinggal saya yang perlu memberikan cukup stimulus agar kemampuannya tak tumpul.

Empati dalam Dirinya

Egonya tentu masihlah besar. Layaknya anak balita kebanyakan. Seringkali tak mau berbagi. Serasa semua miliknya sendiri. Pun ketika adik pertamanya lahir. Awalnya Ia excited memyambut kelahiran adiknya. Bolak balik melihat adiknya yang sudah ada di dekat bundanya seraya berkata, "dede mau lihat Teteh, Bunda? Makanya udah lahir ya?" Kata yang seringkali Ia ulang di kelahiran adiknya. Namun makin lama Ia seringkali memeluk bundanya tak mau mengalah dari adiknya. Tak membolehkan bundanya menemani adiknya. Dalam tiap tingkah egonya tetap saja ada kelembutan hatinya, kebijakan pikirnya. Setiap kali Ia mulai bertingkah merasa memiliki, Ia masih tetap membuka telinganya. Apa yang dikatakan orangtuanya masih bisa Ia terima lalu kerjakan. Meski kadang butuh waktu lebih dari semenit-dua menit. Tapi itulah Ia dengan keluasan hati dan kebijakan pikirnya. Di tubuh anak kecilnya Ia punya empati. Meski masih perlu dilatih. Ia teramat senang bermain bersama adiknya. Ia selalu berusaha men...

Anakku Sang Bintang

'Oa.. Oa.. Oa..' Itu suara pertamanya. Cukup untuk membuat kedua ujung bibir tertarik ke atas. Senyum setelah berpayah-payah dengan kontraksi. Detik itu Ia telah menjadi bintang di hati orangtuanya. Mengulas banyak senyum kemudian melihat tingkahnya yang menggemaskan. Waktu berlalu lalu Ia mulai banyak aksi. Kadang menggemaskan kadang mengesalkan. Hal yang lumrah bukan. Semakin Ia bertumbuh tanpa sadar label anak bintang seringkali bergoyah. Ketika banyak tanda tanya dari sekitar tentang tumbuhnya Ia. Lambatnya berjalan misal atau belumnya Ia mulai berhitung, atau tak senangnya Ia aktif bergerak berlarian. Hal itu sering makin menggoyahkan label anak bintang padanya. Padahal Ia tetap anak bintang. Dalam diamnya rupanya Ia sedang belajar. Memahami apa dan mencerna kata, ayat atau lainnya. Membuat makin tersadar betapa ucap dan laku ini ada yang memperhatikan. Di umurnya yang 4 tahun kini, dengan stimulasi yang seadanya. Ia punya bintang dalam hal memori. Ia mampu menceritakan...

Permenku Ditambah Satu

Konsep tambah dalam matematika sangat mudah sekali ditemukan dalam dunia nyata. Contohnya ketika Teteh memakan coklat kesukaannya lalu bunda menyodorkannya lagi coklat sejenis dan memintanya untuk menghitung jumlahnya setelah ditambah. Meski tak lantas paham Ia akhirnya bisa mencernanya secara perlahan. #day10

Sisa Berapa?

Hari itu Teteh membeli jajan. Saat di warung Ia membeli bukan hanya untuk dirinya namun pula untuk adik, ayah dan bundanya. Ketika sampai di rumah Ia mulai membagikan jajanan itu. Pertama-tama Ia membagikan untuk adiknya. Lalu saya iseng bertanya, 'Sisa berapa lagi sekarang?' Setelah terdiam dan menghitung sebentar Ia pun berkata 'Tiga'. Lalu Ia melanjutkan berbagi lagi, dan saya kembali menanyakan sisanya sampai akhirnya semua jajanan terbagi. Matematika sebenarnya bisa dibuat menyenangkan ya. #day9

Bacakan Untukku

Belum bisa membaca tak membuatnya berhenti untuk terus membuka buku. Setiap hari, dengan semangat, ia menjinjing buku yang ingin dibacanya. Ia pun menyodorkannya padaku untuk dibacakan. Ketika bundanya sedang sibuk maka jurus negosiasi Ia keluarkan. Meminta dibacakan sejumlah judul /buku. Seringkali Ia sadar dengan hitungan jumlah buku yang sudah dibacakan namun tak jarang Ia pun tak menggubris kesepakatan itu. Nampaknya jika sudah demikian hanya tinggal pembiasaan untuk membuatnya paham. #day8

Bunda, Mau yang Satunya

Berbagi menjadi hal yanh terus menerus dibiasakan. Meski sesekali penuh tantangan. Entah kakaknya entah adiknya. Berbagi erat kaitannya dengan konsep adil. Entah sejak kapan pemahaman tentang adil pada akhirnya adalah tak selalu sama. Porsi kakak tak selalu sama dengan adik. Porsi ayah tak selalu sama dengan bunda. Karena kebutuhan tiap individu berbeda. Dan adil adalah menempatkan kebutuhan dan ketersediaan secara proporsional. Akhirnya, ketika Teteh bersikukuh dengan memilih jumlah yang banyak ketika berbagi makanan tak lantas ditolak. Karena kebutuhan akan energinya mungkin lebih banyak dari adiknya. Seperti ketika saya membagi makanan kesukaannya. Atau ketika saya meminta Ia berbagi dengan adiknya. Ia dengan mantap akan berkata 'Bunda, mau yang banyak.' Ketika Ia menyangka jumlah yang berada di adiknya lebih banyak maka Ia akan meminta bagian yang lebih banyak. Seringkali akhirnya saya memintanya untuk membandingkan langsung mana yang lebih banyak miliknya atau milik adik...

Balon Udara

Siapa yang tak suka melihat balon besar warna warni melayang di angkasa? Sepertinya tak ada seorang anak pun yang tak suka melihatnya. Begitupun Teteh. Ia begitu sumringah ketika kami melalui suatu kawasan penuh balon udara. Bahkan Ia bersikukuh ingin memilikinya. Ketertarikannya pada balon menjadi kesempatan bagi saya menyisipkan lagi pengenalan angka. 'Teh, coba hitung berapa balon udaranya?' Mendengar instruksi tersebut membuatnya lalu menunjuk-nunjuk balon udara sambil komat kamit menghitung. 'Ada 5 bunda,' jawabnya masih dengan wajah sumringah. Semoga dengan ala ini Ia jadi senang bermatematika. Karena matematika itu sebenarnya menyenangkan. :p #day6

Belanja Cemilan

'Bunda, dede mau macaroni seperti yang teteh beli,' kata Teteh ketika sadar adiknya masih meminta cemilan itu. Padahal cemilan itu telah habis dikonsumsi. 'Yaudah beli lagi 2 ya? Bunda juga mau :p.' Ia pun beranjak dari tempatnya tak lupa ia meminta uang untuk membelinya. 'Bunda, mana uangnya. Kalau beli dua berarti uangnya harus 2,' ujarnya. Saya hanya tersenyum, 'memang berapa harganya?' '2 ribu bunda.' Saya pun memintanya mengambil uang 5 ribuan di tasnya. 'Ambil yang 5 ribu aja ya. Uang 5 ribu lebih besar dari uang 2 ribu jadi bisa beli lebih banyak.' Ia menurut lalu berbelanja dan kembali dengan membawa kembalian 3 ribu. 'Bunda ini ada kembaliannya.' Saya pun tersenyum. Ia belum paham harga namun sudah paham konsep jumlah, untuk mendapatkan dua barang seharga sama ia harus membawa dua uang ukuran yang sama. Anakku sudah besar ternyata. #day5