Skip to main content

Posts

Behind The Story of 'Tantangan Kemandirian'

Bercerita tentang apa yang ada dibalik cerita tantangan kemandirian pernah muncul di beberapa post tentang tantangan itu sendiri. Menjelang tantangan kemandirian, subjek awal kemandirian yaitu anak pertama kami qadarullah masuk rumah sakit. Setelah 2 malam di rumah sakit akhirnya Ia boleh pulang. Pada awalnya saya tak ingin menjadikannya alasan untuk tidak memulai tantangan. Namun, fokus saya terpecah, terlebih beberapa hari kemudian ayahnya harus dinas ke luar kota. Walhasil tak ada teman berbagi peran untuk mengawasi Sulung selama masa pemulihannya. Seminggu setelah keluar rumah sakit akhirnya Sulung mulai tak betah jika tak aktif beraktivitas seperti sediakala. Meski masih dibatasi pergerakannya untuk hal-hal ringan dalam kerangka membantu bundanya saya pada akhirnya membiarkannya. Lama kelamaan banyak aktivitas yang dulu masih sebatas pengenalan kemandirian mulai ia kerjakan. Meski masih belum konsisten. Batas minimum 10 hari tantangan akhirnya terlewati. Banyak yang perlu dieval...

Mengotakkan Mainan

Mengutip cara Bu Septi dalam memandirikan anaknya dalam hal membereskan mainan mengotakkan mainan menjadi alah satu poin penting. Apa maksudnya mengotakkan mainan? Maksudnya mainan disimpan ke kotak-kotak (atau toples) mainan. Tiap kotak dapat dimainkan ketika tak ada kotak mainan yang terbuka dan kosong. Jika anak ingin memainkan mainan di kotak lain maka Ia perlu mengembalikan dulu mainan yang sebelumnya Ia gunakan. Tak ada penjelasan lebih lanjut terkait kategorisasi tiap kotak mainan yang diterapkan Bu Septi. Jadi rasanya menarik jika 1 kotak mainan berasal dari kategori yang berbeda. Misal, 1 kotak berisi lego dan boneka atau pensil warna. Siapa tahu dengan dicampurnya kategorisasi itu menjadikannya lebih kreatif memainkan mainan dalam 1 kotak mainan itu. Apakah sudah dicoba mengotakkan mainan dengan tema yang berbeda? Jujur belum. Bahkan mengotakkan mainannya pun belum. Saat ini mainan dan buku hanya disimpan di rak dan excel dan sekitar kedua tempat itu. Tak berkotak namun mas...

Membereskan Mainan part 2

Ketika Ia menolak membereskan mainannya karena kelelahan seringkali pada akhirnya saya tawari bantuan. Namun bantuan ini tetap bersyarat. Syaratnya adalah Ia tetap berperan aktif membereskan mainan. Alhamdulillah sampai saat ini cara ini cukup efektif mengatasi penolakannya dalam membereskan mainan. Meski ketika kelelahannya masih memuncak (seperti ketika Ia baru bangun tidur setelah lelah bermain) mungkin keproaktifannya tak sebaik ketika Ia full of power. Memintanya untuk segera membereskannya sesaat setelah memainkannya memang belum menjadi fokus kami. Mungkin anggapan bundanya bahwa Ia belum tentu sudah puas bermain (meski Ia sudah tinggalkan mainannya saat itu) perlu dirubah.

Menyimpan Kembali Mainan

Membaca metode Bu Septi untuk memandirikan anaknya dalam membereskan mainan menjadi salah satu inspirasi kami. Saat ini di usianya yang hampir 4 tahun, daya eksplorasinya kian bertambah. Memberantakan mainan miliknya untuk bermain semuanya sekaligus tak terhitung frekuensinya. Pada awalnya saya tak berpikir panjang langsung membereskannya. Namun, belakangan saya tau, ketika ini dilakukan sense membereskan mainannya sendiri akan hilang secara perlahan. Karena perlahan tapi pasti dalam benaknya tertanam bahwa mainannya akan beres tanpa perlu Ia turun tangan. Sesuatu hal yang tentu menjadi mimpi buruk bagi hampir semua orangtua. Ketika anak merasa tak perlu membereakan 'kekacauan' yang dibuatnya. Entah sejak kapan kami mencoba menertibkannya dengan cara Bu Septi. ia boleh memainkan mainan yang lain ketika mainan yang sebelumnya Ia pakai dikembalikan ke tempatnya terlebih dahulu. Alhamdulillah Ia manut. Tinggal konsistensi kami mengaplikasikan peraturan ini. Karena jujur kami ser...

Pengakuan (Apresiasi) dalam Kemandirian

Seorang manusia tentu tak bisa lepas dari egonya. Begitupun seorang anak. Ia selalu ingin menjadi orang yang terdepan, paling bisa mengerjakan sesuatu yang diminta padanya. Seorang anak ingin selalu mendapat pengakuan atas kebaikan yang dikerjakannya. Jika hal ini tak terpenuhi, siap-siap mendapati Ia mutung di tengah masa Ia mulai mencoba konsisten mengerjakan kebaikan. Saya berusaha membeikan apresiasi pada anak ketika Ia telah berhasil melakukan sesuatu. Apapun, jika hal itu bukan melakukan hal yang terlarang yang membahayakan jiwa dan raganya. Saya mencoba apresiasi tindakannya mencuci piring sendiri. Saya pun apresiasi Ia ketika Ia berhasil memakai bajunya sendiri. Hal ini selalu membuatnya tersenyum, entah dengam tersipu atau lebar. Ayahnya saat ini mendukung upaya apresiasi ini dengan bentuk reward. Ketika Ia berhasil mengerjakan sesuatu maka Ia akan mendapatkan hadiah. Di titik kritis ini menjadi kartu sakti. Ia menjadi tambah sumringah untuk mengerjakannya. Hari-hari memant...

Menemaninya Sepenuh Hati Sebelum Memandirikannya

Rasa disayangi tentu perlu. Ianya menjadi bahan bakar bagi para anak ketika ingin mengerjakan seauatu. Teringat sebuah cerita yang aempat singgah di newsfeed FB. Seorang teman memiliki seorang putri yang keberatan ketika diminta membantu namun Ia dengan senang hati mengerjakan pekerjaan rumah ketika tujuannya menyenangkan bundanya. Ketika berdasarkan emosi positif seorang anak bisa mengerjakan sesuatu yang biasanya Ia tolak. Maka membangun emosi dengan anak rasanya akan menjadi penting ketika kami ingin anak kami mandiri. Jangan sampai poin kemandirian yang kami ingin terapkan menjadi beban bagi anak. Kemudian pada masa tertentu Ia mutung untuk mandiri. Membangun emosi positif, membangun rasa dicintai pada anak rasanya akan efektif ketika kami mulai sering menemaninya beraktivitas seperti ketika Ia bermain. Saat ini kami berusaha semaksimal mungkin menjadi patner bermainnya. Agar ketika Ia merasa telah terpenuhi rasa cintanya Ia pun akan mencurahkan cintanya pada orangtua, saudara dan...

Memakai Pakaian Sendiri

Anak pertama kami 3 bulan lagi menginjak umur 4 tahun. Namun krmandiriannya menggunakan pakaian sendiri masih belum konsisten Ia tampilkan. Pada satu kesempatan tanpa diminta Ia segera menggunakan bajunya sendiri. Tapi di lain waktu Ia akan merengek meminta dipakaikan baju. Sejak sebelum adiknya lahir, saya selalu mengafirmasi dirinya bahwa Ia perlu untuk memakai baju sendiri agar Ia kelak bisa membantu adiknya memakai pakaian. Pada awalnya ini efektif, namun ketika adiknya lahir Ia kembali mundur. Seringkali, Ia sengaja merengek untuk dipakaikan bajunya. Saya rasa ini bentuk capernya ketika adiknya sudah lahir. Hal ini kemudian jadi pertanyaan pada diri saya, 'apakah Ia merasa kurang diperhatikan ketika adiknya sudah lahir?' Tambahan peer bagi saya jika iya. Nampaknya saya harus penuhi dulu rasa dicintai pada diri Sulung. Mungkin ini poinnya.

Mencuci Piring Part 2

Setelah hari sebelumnya Ia keukeuh ingin cuci piring. Hari ini dia masih dengan ke keukeuh annya. Sebelum bundanya mulai melarang, Ia sudah berdiri di dekat sink dan menarik laci tangganya sendiri. Tanpa lama berpikir Ia menaiki tangganya dan mulai memilah mana yang Ia bisa cuci sendiri. Sebelum agenda mencuci berakhir dengan baju yang basah saya pun membatasai sink dan dirinya dengan lap. Fungsinya agar air yang terbawa dari keran melalui tangannya terserap lap yang saya simpan di 'keramik perbatasan' antara Ia dan sink. Agenda cuci piringnya tak lama, karena memang saat itu tersisa sedikit cucian piring. Sebagian di antaranya memang termasuk yang bisa Ia taklukkan. Setelah puas mencuci piring Ia kembali bermain seperti sedia kala. Sebelum Ia bermain saya sempatkan bertanya keadaan bajunya. Basahkah? Alhamdulillah hanya terciprat sedikit. Menyimpan lap di perbatasan nampaknya cukup efektif. Alhamdulillah.. Menyediakan tangga untuknya membuat Ia makin semangat mencuci piring...

Mencuci Piring Sendiri

Kami sepakat, ketika kami akan melengkapi rumah kami dengan kitchen set, akan menambahkan tangga geser untuk anak agar dapat mencuci piring atau tangannya sendiri. Agar ia lebih mandiri. Ketika akhirnya dana sudah mencukupi, alhamdulillah tangga ini berhasil direalisasikan berupa tangga geser di bawah sink. Belum lama anak sulung kami keluar dari rumah sakit, mungkin Ia gatal untuk beraktivitas seperti biasa. Berlarian, melompat, dsb. Namun merujuk dari saran dokter, kami pun melarang ia melakukan kegiatan itu. Satu hal yang kami tak ingin melarangnya, keinginannya menjadi bagian untuk membantu kami. Hari itu, ketika saya sedang memasak, tiba-tiba saja Ia menghampiri, berujar bahwa Ia ingin membantu memasak. Namun, sepersekian detik kemudian Ia menoleh pada sink yang posisinya tentu tak jauh dari kompor. Lalu dengan mantap Ia menghampiri dan berkata, "Bunda, Aku bantu cuci piring saja." Saya pun pasrah mengangguk, dengan syarat Ia harus melipat lengan bajunya terlebih d...

Mandiri vs Kepercayaan Berlebihan

Memandirikan anak menjadi 1 dari sekian poin dalam mendidik anak untuk sampai pada titik aqil baligh nanti. Mandiri tak akan pernah berhasil jika kita pun tak memberikan kepercayaan penuh pada anak. Qadarullah, kamis tanggal 30 November yang lalu ketika tantangan kemandirian dimulai, kami ditegur olehNya. Anak sulung kami jatuh dari ketinggian. Alhamdulillah cedera yg terlihat masih dalam taraf tak begitu mengkhawatirkan. Ia masih tetap sadar dan sesekali ceria meski sesekali meronta jika dokter atau suster menghampiri. Meski bisa dibilang tak begitu mengkhawatirkan ada momen-momen dimana kamis itu kami panik, bingung dan lemas. Oke, cukup ceritanya mari back to topic. Kepercayaan pada anak, tetap perlu mendapatkan perhatian. Tetap perlu diawasi. Hasil refleksi kami, orangtuanya, nampaknya kejadian ini semacam teguran pada kami, ketika kami terlalu percaya dan yakin bahwa anak kami sudah tau mana yang berbahaya dan mana yang tidak (sebelum kejadian ayahnya berulang kali mengingatkan ...

Tantangan Kemandirian

Adalah tantangan bagi saya dan suami untuk tetap konsisten pada anak pertama kami. Terutama terkait memakai pakaiannya sendiri. Saat adiknya masih di perut, saya selalu sounding ia untuk bisa mengenakan pakaiannya sendiri, karena adiknya nanti bisa ia bantu memakai pakaian jika ia sudah mahir memakai pakaiannya sendiri. Ini cukup berhasil di awal. Kemudian saat adiknya lahir ia seringkali caper minta dipakaikan baju. Sekarang keinginannya untuk berpakaian sendiri kadang muncul terutama jika ia melihat baju atau celana yg menarik baginya. Selebihnya ia sering minta dipakaikan baju, sebagai bentuk capernya. Mungkin apresiasi dari saya ketika ia berhasil memakai bajunya sendiri belum swsuai. Kadang jika ia sedang bermalam di neneknya ia pun sering mendapatkan perhatian dan dimanja nenek2nya. Peer bagi saya untuk berkomunikasi dengan nenek2nya..

Rasa tentang Komunikasi

Komunikasi menjembatani dua atau lebih pikiran yang ada. Menjadikannya terhubung dan tanpa prasangka. Melalui tantangan 10 hari memberikan pengalaman tersendiri. Dan itu menyenangkan, meski menantang. 10 hari memang waktu yang sempit untuk pembiasaan berkomunikasi produktif. Namun 10 hari ini menjadi candu. Membiarkan alam pikir kita terus memproses tentang apa yang seharusnya dilakukan. Dan itu baik bukan? Tingkah yang beragam pada anak-anak menjadikan emosi seringkali lebih dulu berbicara bukan merasa. Pembiasaan 10 hari yang mencandu itu seolah menjadi gerbang atas emosi. Meski tak selalu berhasil setidaknya ini awalan atas candu akan komunikasi produktif. Dan pada akhirnya lawan bicara kita pun merasakan bahwa mereka dihargai.

Dihitung Sampai Berapa

Bismillahirrahmaanirrahiim Menghitung dalam beberapa hitungan menjadi salah satu pilihan Teteh untuk segera menyelesaikan apa yang sedang dikerjakannya. Hal ini sering saya pilih ketika Ia berlama-lama mandi atau bermain. Padahal saat itu waktunya mepet untuk pergi misal. Cara ini saya rasa cukup efektif. Ketika saya sedang sibuk, dan Teteh butuh bantuan Ia pun kadang melakukan hal yang sama, "Bunda dihitung sampai berapa?"  ucapnya. Begitu yang Ia lakukan kemarin ketika Ia meminta bantuan untuk membantunya cebok. Saya yang masih menidurkan adiknya pada awalnya memintanya cebok sendiri, kemudian memintanya bersabar. Ketika ia bertanya dihitung sampai berapa, saya jawab 200. Tak disangka ia berhitung berurutan sampai 10 lalu meloncat dan mengatakan 200. Dan saat itu adiknya sudah tertidur. Luarbiasa. Hehe #tantangan10hari #day15

Melabeli dan Menghakimi

Bismillahirrahmanirrahiim Bertambah umur tak selalu menjadikan pertambahan kedewasaan. Merasa sudah dewasa justru sering menjadi boomerang. Seringkali ketika telah merasa dewasa, merasa memiliki lebih banyak pengalaman. Ketika ini terjadi, maka seringkali apa yang kita lihat kita simpulkan berdasarkan apa yang telah kita alami. Padahal kesimpulan itu ternyata salah. Alhasil, anak menjadi enggan berkarya atau berkomunikasi. Pagi ini, seperti biasa Teteh nenghampiri neneknya untuk meminta jajan. Neneknya menyanggupi dan mengajaknya ke kantin. Tiba-tiba Ia kembali dengan dua bungkusan, "Bunda, buka" ucap Teteh. Saya pun mengambil bungkusan jajanannya. Tanpa pertanyaan tiba-tiba Ia berkata, "Bunda, ini ada tanda halalnya." Saya bersyukur Ia masih ingat terkait obrolan tentang makanan dan minuman halal tempo lalu. Saya tersenyum sambil memperhatikan bungkusnya, "o iya ada." saya pun membukanya. Ia girang. Jika saja tak ingat tentang komunikasi produktif, mu...

Ternyata Teteh Bisa

Bismillahirrahmanirrahiim Tantangan komunikasi produktif beberapa hari terakhir membuat saya berusaha melihat Si Sulung dengan perspektif yang lebih berwarna. Banyak fakta tentang komunikasi kian terkuak. Hari ini, setelah usaha memperbaiki pola komunikasi dengan Si Sulung, terasa Ia mulai bisa bermain dengan adiknya lebih baik dan akur. Ia beberapa kali mulai bisa mengalah pada adiknya meski beberapa kali pula Ia tak mau kalah. Siang tadi ketika kantuk menyergap, Teteh asyik bermain dengan adiknya. Tetiba Teteh ingin menggendong adiknya menggunakan gendongan sling, "Bunda, dedenya masukkan ke gendongan. Mau Teteh gendong" Mimiknya serius, gendongan sudah diselendangkan di badannya. "Teh, dede berat" ujar saya. "Nggak apa-apa. Teteh bisa." ujarnya. "Boneka teteh mana? Gendong boneka aja ya. Kalau gendong dede, dedenya bisa jatuh karena berat, teteh ikut jatuh." "O. Boneka mana ya? Kasian nangis." "Iya. Tuh bonekanya kasian na...

Anugerah

Anak itu anugerah. Ia-nya menjadi sumber inspirasi dan energi Ego menjadi musuh dalam selimut Inspirasi dan energi menjelma bencana Rumah tak lagi sehangat mentari pagi Komunikasi menjadi jembatan antara inspirasi. Menyambungkan dua hati yang mulanya tak bertautan. Meneruskan isyarat isyarat hati yang lugu. Memuluskan rasa yang tak tercekat

Fokus Padaku, Bunda..

Bismillahirrahmanirrahiim Anak adalah ujian. Adaaa saja tingkahnya yang membuat emosi Bundanya di ubun-ubun. Melarang ini dan itu seringkali berakhir dengan keacuhan anak. Mungkin larangan malah dijadikan ajang caper si anak. Hari ke12 mempraktekkan komunikasi produktif menjadikan saya jadi lebih aware terhadap kalimat larangan. Berfokus pada apa yang diinginkan katanya. Karena seringkali kalimat larangan malah menggiring tubuh merespon untuk mengerjakannya. Hari ini, Si Sulung memainkan mainannya tanpa membereskan. Alhasil kamar bak kapal pecah. Awalnya saya tergerak untuk membereskan. Namun langkah saya terhenti, teringat jika saya langsung membereskan apa yang akan dipelajari anak? Bahwa akan ada yang selalu membereskan? Saya pun membiarkan sementara, menunggu Sulung kembali ke kamar. Lalu saya katakan padanya, "Teh, bereskan mainannya yuk. Berantakan" Ia menggeleng, "nggak mau". Saya tak menyerah. Sambil memegang bahunya saya katakan padanya, "Yuk beresk...

Bermain Bersama

Bismillahirrahmanirrahiim Pagi tadi, sepupu-sepupu Teteh berencana untuk berenang. Meski belum bisa berenang, Teteh senang sekali diajak sepupunya. Alhasil agar gol berenang, Ia dan sepupunya mulai melakukan jurus meminta pamannya untuk mendampingi. Maklum saat itu hanya pamannya saja yang ada dan jago berenang. Beberapa saat sebelum berangkat Ia meminta saya meniupkan ban renang untuknya. Sekitar satu jam mereka berenang lalu secara bergantian mereka mulai membersihkan diri. Awalnya Teteh terlihat akan mandi sendiri, namun setelah kostumnya dibuka Ia malah memanggil Bundanya. "Bunda, mau dimandiin bunda." Karena tak ada perjanjian sebelumnya saya akhirnya menghampiri dan memandikannya. Biasanya jika sudah membuat komitmen di awal, Ia akan mengikuti komitmen untuk mandi sendiri, misalnya. Selepas mandi, Ia sumringah, saya penasaran ada cerita apa yang ingin dia bagi lalu saya bertanya, "berenangnya rame Teh?" Ia pun menjawab, "rame Bunda. Tapi tadi Teteh dil...

Simpel Tapi Tetap Perlu Waktu

Bismillahirrahmanirrahiim Hari ini setelah sounding sejak kemarin saya pergi ke seminar bersama anak-anak. Saya sudah mewanti-wanti Si Sulung untuk tetap tenang ketika bosan melanda, "No cry," ujar saya. Ia mengangguk tanda setuju. Pagi harinya saya katakan padanya untuk segera mandi dan bersiap untuk pergi. Tantangan pertama dimulai, Ia berebut CD film dengan sepupunya. CD film itu sesungguhnya milik sepupunya, namun karena Ia ingin sekali menontonnya sejak malam kemarin Ia mengakui miliknya. Saya pun menghampiri, dan berkata, "Teh, itu punya sepupu Teteh. kembalikan ya. Kan kita mau pergi." Ia mutung, "bukan Bunda, ini punya Teteh." Ia keukeuh. Beberapa kali saya ulang mengatakan bahwa CD itu milik sepupunya yang harus dikembalikan. Jika tak dikembalikan maka Ia tak bisa ikut serta pergi seminar. Namun, Ia masih keukeuh. Akhirnya saya tinggalkan sementara Ia, untuk menyiapkan beberapa hal yg perlu dibawa. Teteh masih keukeuh, Ia mondar mandir bermai...

Teh, Dedenya Disayang ya.

Bismillahirrahmanirrahiim Satu hari sebelumnya saya sempat 'protes' pada Si Sulung gara-gara ia jail pada adiknya. Tangannya memukul (atau menepuk ya?) Adiknya. Tak lama adiknya merespon dengan balas memukul. Saya pun berkata padanya, "De, ga boleh. Sakit." Sambil menahan tangannya. Di saat yg bersamaan saya berkata pada kakaknya, "Teh, disayang. Kalau teteh mukul Dedenya ikutan. Kalau teteh usap-usap kepalanya nanti Dedenya ikut." Obrolan selesai. Siang tadi saat adiknya tidur, Ia menghampiri saya. "Bunda, lihat." Saya menengok, rupanya Ia sedang mengelus kepala adiknya. "Disayang ya Bunda?" Ujarnya. Saya pun menimpali sambil tersenyum, "Iya Teh. Teteh pintar." Ia lalu kembali mengelus dan mencium adiknya. Menjelang sore tadi, saat adiknya sedang duduk dan tetehnya nampak sedang kebosanan, tiba-tiba 'plak', tangan Teteh sudah mampir di badannya Dede. Astaghfirullah tantangan lagi. "Teh, ga boleh. Sakit...