Skip to main content

Jajan Bersama Kakek

Hari ini, teteh diajak kakeknya ke warung. Kebetulan kakeknya akan membeli beberapa kebutuhan titipan nenek. Teteh tentu senang. Sesaat setelah diajak Ia langsung mengiyakan.
Pada awalnya saya santai saja ketika Teteh pergi bersama kakeknya. Saya tak berpikir Ia akan jajan, karena biasanya Ia akan meminta izin saya juga. Saya lupa, Ia masih kanak-kanak yang tentunya masih mudah tergiur dengan jajanan. Ia pulang dengan membawa jajanan.
Kakeknya laporan Teteh membeli jajanan, entah apa, tapi Teteh memilihnya, ujarnya. Saya pun langsung meminta izin Teteh untuk memperlihatkan jajanannya. Saat saya melihat jajanan yang satu tetiba Teteh nyeletuk, "Bun, liat ini ada tanda halalnya". Ia sumringah memperlihatkan label halal di ciki yang Ia beli. Namun di jajanan yang saya pegang saya tak menemukannya. Gara-gara celetukannya saya pun spontan menjawab, "Di jajanan yang ini ada ga?" Saya kembali menyodorkan jajanan yang saya pegang. "Ga ada ya?" Tanya saya. Ia diam. Yg ini ga dibuka ya. Kan ga ada label halalnya. Iya mengangkat satu bahunya. Tanda tak sepakat. Saya agak ragu mengizinkannya. Karena tak ada label halal meski di komposisi tak ada bahan yang aneh.
Saya coba alihkan perhatiannya dari keinginan mengkonsumsi jajanan yang tak berlabel itu. Saya katakan padanya lagi bahwa jika Ia buka kemasannya nanti bolong belakangnya, jadinya kemasan mobilnya tak sempurna. Awalnya ini berhasil, namun rupanya rasa penasaran terhadap rasa cemilan ini mengalahkannya. Saya kembali bimbang (karena ada rasa takut mubazir dan bingung harus diapakan jajanannya) lalu mengecek kembali cemilan itu. Ada bpomnya, ada tulisan best before-nya, tapi tak ada cap tanggal best beforenya. Saya lalu berpikir. Ini bisa jadi label halalnya ada di kemasan besarnya. Ketika berpikir seperti itu, Teteh kembali meminta kemasannya dibuka. Lalu berlari ke kakeknya minta dibukakan. Ketidaktegasan jawaban saya melandasi tindakannya meminta bantuan kakeknya untuk membuka kemasannya.
Di satu sisi saya bangga pada Teteh, karena Ia berhasil mengingat bahwa jajan itu perlu meilhat label halal. Tapi di sisi lain saya gagal meyakinkan bahwa jajanan yang tak berlabel halal itu (meski dari komposisinya tak terlihat ada yang aneh) tak perlu Ia makan. Rupanya saya masih perlu belajar mengenai kecerdasan linguistik agar bahasa saya dapat dicerna dan dipahami lalu diikuti. Mungkin saya pun masih harus menambah jam terbang terkait kedekatan emosinya..
#tantangan_hari_ke5

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Kecil

Angin menyentuh lembut dedaunan di pagi itu. Bak seruling, dedaunan pun berdesir mengirimkan irama-irama merdu. Pagi yang indah untuk memulai hari yang lebih indah. Pagi itu tepat seperti yang direncanakan, aku melangkah menuju tempat para sahabatku telah berkumpul. Kami akan pergi ke salahsatu tempat wisata di kawasan bandung.

Belajar dari Nabi Sulaiman dan Burung Hud-hud

Pemimpin biasanya dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu acara atau organisasi. ternyata dalam alquran pun telah ada kisah teladan kepemimpinan Nabi Sulaiman a.s. dan salah satu anak buahnya, burung hud-hud 20. Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa Aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. 21. Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas." 22. Maka tidak lama Kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang engkau belum mengetahuinya. Aku datang kepadamu dari negeri Saba membawa suatu berita yang meyakinkan. 23. Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. 24. Aku (burung Hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan syaitan telah menjadikan terasa indah bagi mereka p...

Biarkan Pendidikan Memilih

Dewasa ini permasalahan SDM lebih dominan terlihat di negeri ini. Tentu saja ini berkaitan dengan SDM negeri ini yang luar biasa besar. Meski kuantitasnya luar biasa besar, sampai saat ini belum ada kesamarataan kualitas SDMnya. Masih ada ketimpangan antara orang-orang yang berilmu (paham) serta yang tidak. Sangat timpang bahkan. Lihat saja… di negeri ini pelajar yang tawuran dan pelajar yang mencetak tinta emas pada kejuaraan internasional ‘berebutan tempat’ di ruang berita. Orang yang taat peraturan dan yang tak peduli pun mudah terlihat di jalanan. Miris… hanya itu yang dapat menggambarkannya. Apa yang salah? Menelusuri pendidikan tampaknya menjadi gerbang utama pembuka tabir ini. Membahas pendidikan memunculkan bayangan akan tiap tetes peluh para ‘tumpuan pendidikan’. Terbayang pula kerasnya mereka ‘memutar otak’ untuk menyuapi otak-otak cemerlang anak didiknya. Menjadi ketegaan yang amat buruk jika mempersalahkannya. Namun fakta tak selalu seindah bayangan. Saat ini tak lagi ...