Assalamu'alaykum wr wb
Alhamdulillah.. akhirnya bisa kembali mampir untuk menulis di blog yang sudah lama tak ditengok ini. Apakah gerangan yang menggerakan tangan ini kembali mengklik blog ini kembali? Tak lain dan tak bukan karena adanya tantangan kuliah di IIP (oops.. karena tugas ternyata.. padahal mah ya.. menebar manfaat mah harus setiap saat). Back to topic..
Alhamdulillah.. akhirnya bisa kembali mampir untuk menulis di blog yang sudah lama tak ditengok ini. Apakah gerangan yang menggerakan tangan ini kembali mengklik blog ini kembali? Tak lain dan tak bukan karena adanya tantangan kuliah di IIP (oops.. karena tugas ternyata.. padahal mah ya.. menebar manfaat mah harus setiap saat). Back to topic..
Kembali lagi ke judul tulisan ini. Siapakah ananda yang dimaksud? (lha,, kok? hehe) Terlepas dari posisi kita sebagai anak atau orangtua, nyatanya setiap manusia (kecuali Adam dan Hawa, tentunya) adalah ananda dari ayah bunda nya. Maka mari gunakan bahasa cinta untuk berujar. Maksudnya apa? Berkomunikasi produktif lah. Sudahkah? Untuk mengetesnya gampang, ber'cermin'lah, karena yang kita dapat adalah hasil dari yang kita kerjakan. Dan menurut saya sebaik-baiknya cermin atas komunikasi kita adalah anak kita. Anak adalah refleksi terbaik, karena children see, children do.
Merefleksikan cara saya berkomunikasi mengharuskan saya melihat anak saya. Melihat anak saya yang pertama, sikapnya kepada orang lain, kepada saudaranya, ataupun pada orangtuanya, membuat saya perlu merenung. Komunikasi mana yang kurang produktif yang membuat sikapnya yang menantang. Sudah baikkah komunikasi saya? Seberapa positif dan berenergi kata-kata saya? Ia menjadi cermin saya atas komunikasi saya dengan sekitar saya.. Terimakasih nak..
Bahasa cinta untuk anak pertama saya adalah tanggung jawab saya dan ayahnya selaku orangtuanya. Bahasa yang tepat tentu akan membuatnya menjadi pribadi yang tangguh, taat pada Rabb-nya, hormat pada orangtuanya, sayang pada saudaranya, serta terasa manfaat bagi sekitarnya. Untuk menciptakan bahasa cinta itu, perlu ada kerjasama orangtuanya, perlulah forum keluarga untuk menyamakan frekuensi. Karena tiap pribadi memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda. Forum keluarga akan memberikan FoR dan FoE yang baru bukan lagi FoR dan FoE-ku tapi FoR dan FoE kita.
"FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll. Sedangkan FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang (Materi Kuliah Bunda Sayang, 2017)".
Hari kesatu tantangan Bunda Sayang ini masih diisi dengan evaluasi pribadi, terkait bahasa cinta untuk ananda. Rasa-rasanya belumlah banyak bahasa cinta yang saya sampaikan padanya. Komunikasi saya belum lah produktif. Karena dari 9 poin komunikasi produktif terhadap anak masih banyak poin yang belum saya penuhi. Salah satunya ketika melihat sikapnya yang kian penuh tantangan, dan saya sering kali khilaf, nada seringkali meninggi. Padahal salah satu poin komunikasi produktif pada anak adalah Kendalikan Intonasi Suara dan Gunakan Suara Ramah. Padahal dalam salah satu 'kuliah'nya, Bu Septi pernah berkata, gunakanlah suara perut ketika berkomunikasi dengan anak, karena dengan suara perut nada yang tinggi sulit tercipta.
Fuih... betapa menantang menjadi seorang Bunda.. Tantangan saya saat ini agar komunikasi produktif ini menginternalisasi adalaaahh tetap sadar atas apa yang dikatakan, matikan dulu mode otomatis dalam bersikap. Cerna semua kata dan sikap anak agar bisa mengeluarkan kata-kata yang baik dan produktif. Sekian. Semoga esok hari bisa memberikan lebih berhasil menginternalisasikan komunikasi produktif ini.
#kuliahbunsayiip #gamelevel1
Comments
Post a Comment