Skip to main content

Biarkan Pendidikan Memilih

Dewasa ini permasalahan SDM lebih dominan terlihat di negeri ini. Tentu saja ini berkaitan dengan SDM negeri ini yang luar biasa besar. Meski kuantitasnya luar biasa besar, sampai saat ini belum ada kesamarataan kualitas SDMnya. Masih ada ketimpangan antara orang-orang yang berilmu (paham) serta yang tidak. Sangat timpang bahkan. Lihat saja… di negeri ini pelajar yang tawuran dan pelajar yang mencetak tinta emas pada kejuaraan internasional ‘berebutan tempat’ di ruang berita. Orang yang taat peraturan dan yang tak peduli pun mudah terlihat di jalanan. Miris… hanya itu yang dapat menggambarkannya.

Apa yang salah? Menelusuri pendidikan tampaknya menjadi gerbang utama pembuka tabir ini. Membahas pendidikan memunculkan bayangan akan tiap tetes peluh para ‘tumpuan pendidikan’. Terbayang pula kerasnya mereka ‘memutar otak’ untuk menyuapi otak-otak cemerlang anak didiknya. Menjadi ketegaan yang amat buruk jika mempersalahkannya.

Namun fakta tak selalu seindah bayangan. Saat ini tak lagi banyak ‘tumpuan pendidikan’ yang memiliki mental superior. Tak percaya? Tengok saja kasus contek masal yang sempat heboh di dua sekolah (ini yang terungkap, banyak pengamat pendidikan yang mencurigai jumlahnya lebih dari dua sekolah). Padahal dengan mental superior terbukalah kotak mentari dalam dada ‘anak didik’nya. Dari sanalah dunia berwarna lebih indah dan berharmoni.

Hipotesa saya, saat ini mental sang tumpuan telah dipenuhi ‘tunggakan-tunggakan duniawi’. Entah tentang kehidupan mereka, entah tentang kehidupan keluarga mereka, entah tentang ‘tuntutan-tuntutan kehidupan’ mereka. (Tuntutan kehidupan itu didorong oleh falsafah hidup dan pandangan lingkungan sekitar mereka). Tuntutan kehidupan itu bisa berupa jabatan, kekayaan, dsb.

Apakah ini berarti menyangsikan kemurnian sang tumpuan? Mungkin tidak separah itu. Tapi pengamatan mengatakan pikiran sebagian dari mereka. Sebagian dari mereka (mungkin) berpikir gelar ‘tumpuan pendidikan’ adalah sebatas gelar alias selingan yang tak akan pernah mempengaruhi apapun (maka mereka bebas menjadi apapun dengan cara apapun). Selingan yang seringkali dijadikan batu loncatan untuk melunasi ‘tunggakan-tunggakan duniawi’. Ya.. dijadikan batu loncatan dengan memanfaatkan fakta senioritas pada diri sang tumpuan. Padahal sadar atau tak sadar banyak mata melihat, ada hati yang mematri, lalu ada yang akhirnya meniru. Padahal dari ‘tumpuan pendidikan’ dapat terurailah kebajikan (meski jika tak cermat keran kebejatan pun akan ikut terbuka).

Jadi apakah semua ini karena pengemban amanah ‘tumpuan pendidikan’? Apakah mereka bukan manusia terbaik? Begitukah? Bukankah karakteristik awal manusia itu sama? Karakteristiknya tidak dipisahkan pada manusia terbaik dan manusia kurang baik. Semua manusia memiliki potensi yang sama untuk menjadi yang terbaik. Pembedanya adalah proses yang dilaluinya, pendidikan mana yang memilihnya. (Tidak ini bukan tentang dimana tempat mereka menimba ilmu)

Pendidikan memilih? Hmm… Pendidikan memang memilih manusia yang akan dididiknya. Dengan ‘pesonanya’, pendidikan akan mematri hati manusia yang akan dididiknya, hingga manusia ini akan berada di belakangnya. Maka tugas kita adalah mengasah hati kita agar peka terhadap pendidikan. Pendidikan yang membawa kotak mentari yang bersinar dan hangat. Kotak yang cukup untuk mewarnai dunia…

*tumpuan pendidikan itu bukan hanya para pengajar di lembaga-lembaga pendidikan, tapi juga ayah, ibu, paman, bibi, kakak, bos, senior, dsb. Intinya kita termasuk di dalamnya… jadi hati2lah bersikap, orang lain bisa jadi mengcopy tingkah kita yang kurang baik, dan yang paling penting ada Ia yang Maha Melihat tingkah laku kita… Mari bergerak kearah yang lebih baik.. jangan lupa saling mengingatkan. Jika teman2 melihat ada yang salah dengan sikap2 saya, silahkan tegur dengan baik.
(ada yang merasa tertohok? Tenang penulisnya pun merasa tertohok kok…)

Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi blog Gerakan Indonesia Berkibar

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Kecil

Angin menyentuh lembut dedaunan di pagi itu. Bak seruling, dedaunan pun berdesir mengirimkan irama-irama merdu. Pagi yang indah untuk memulai hari yang lebih indah. Pagi itu tepat seperti yang direncanakan, aku melangkah menuju tempat para sahabatku telah berkumpul. Kami akan pergi ke salahsatu tempat wisata di kawasan bandung.

Belajar dari Nabi Sulaiman dan Burung Hud-hud

Pemimpin biasanya dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu acara atau organisasi. ternyata dalam alquran pun telah ada kisah teladan kepemimpinan Nabi Sulaiman a.s. dan salah satu anak buahnya, burung hud-hud 20. Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa Aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. 21. Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas." 22. Maka tidak lama Kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang engkau belum mengetahuinya. Aku datang kepadamu dari negeri Saba membawa suatu berita yang meyakinkan. 23. Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. 24. Aku (burung Hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan syaitan telah menjadikan terasa indah bagi mereka p...