Skip to main content

Yang terbaik itu...

Kadang kata yang terlontar adalah barisan huruf yg tersusun semau kita.. Ada yang salah kah? Emm.. mungkin tak salah sepenuhnya. Dalam tiap kata yang telah melalui benak dan rasa kita, berproseslah ia menjadi sesuatu yang tak menyakiti dan menentramkan. Seharusnya begitu.

Ada harap dalam tiap barisan kata yang terucap, walau tak ada daya selainNya (sebesar apapun) untuk mewujudkannya. Itulah hakikat yang terbaik itu. Walau sesak dalam dada, walau tetesan air mata akan mengalir pada sudut hati dan mata kita. Hmm.. buatku, yang terbaik itu memang tak selalu nyata di mataku, tak selalu kupahami dalam otakku pun tersirat dalam hatiku (mungkin dalam hati terkecilku), tapi ialah jelmaan tiap laku dan doaku (fiuh..., walau terasa mudah untuk berkata tapi tak mudah untuk dilakukan).

Yang terbaik itu selalu menguji langkah, rasa dan benak kita. Mungkin yang terbaik itu hanya semacam ilusi untuk menjadi kan kita makhluk (yang benar-benar) milikNya. Tak ada bantahan atas segala perintahNya apalagi pembangkangan atas laranganNya. Yang terbaik itu lebih sering menguji hati kita, seolah hatilah awal mula tiap perbuatan.

Yang terbaik itu hanya pantas diketahuiNya. Jika kepantasan itu kita yang tentukan, dunia ini tentu akan terlalu mudah untuk ‘menaklukkan’ kita. Padahal takluknya kita pada dunia menjadi kehancuran untuk kehidupan abadi kita. Kitalah yang seharusnya ‘menaklukkan dunia’ (di hati kita).

Yang terbaik itu memang seringkali menguras emosi kita. Entah gembira, marah, nestapa atau tentram. Hakikatnya yang terbaik adalah menguji kita untuk semakin dekat padaNya. Sesuatu yang wajar karena kita memang milikNya. Dan kadang tak kita sadari, karena kadang hanya tentang diri kitalah yg kita pedulikan, padahal kita makhlukNya. Ada ikatan antar makhluk dan Rabbnya yg harus lebih kita pedulikan.

Dan yang terbaik itu selalu mengusik kita dalam tiap segi kehidupan. Aku dengan apapun dan aku dengan siapapun. Dia yang Maha Tahu dan kita yang harus siap dengan segala tantangan karena kita ingin menjadi ‘orang terdekatNya’(hopefully).

Sebuah bait yang menguji hatiku, benakku juga lakuku. Bisakah menjadi orang terdekatNya?
Sebuah ungkapan terimakasih atas pertemuan yang menggembirakan dengan orang2 pilihanNya (yang terbaik) untukku. Aku mungkin pernah tak mempedulikannya, tapi berjalannya waktu membuatku mengerti merekalah orang2 yang terbaik untukku untuk membuatku semakin paham hakikatku sebagai manusia dan dekat denganNya.

Comments

Popular posts from this blog

Kisah Kecil

Angin menyentuh lembut dedaunan di pagi itu. Bak seruling, dedaunan pun berdesir mengirimkan irama-irama merdu. Pagi yang indah untuk memulai hari yang lebih indah. Pagi itu tepat seperti yang direncanakan, aku melangkah menuju tempat para sahabatku telah berkumpul. Kami akan pergi ke salahsatu tempat wisata di kawasan bandung.

Belajar dari Nabi Sulaiman dan Burung Hud-hud

Pemimpin biasanya dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu acara atau organisasi. ternyata dalam alquran pun telah ada kisah teladan kepemimpinan Nabi Sulaiman a.s. dan salah satu anak buahnya, burung hud-hud 20. Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata: "Mengapa Aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir. 21. Pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat atau kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas." 22. Maka tidak lama Kemudian (datanglah hud-hud), lalu ia berkata: "Aku telah mengetahui sesuatu yang engkau belum mengetahuinya. Aku datang kepadamu dari negeri Saba membawa suatu berita yang meyakinkan. 23. Sungguh, kudapati ada seorang perempuan yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu serta memiliki singgasana yang besar. 24. Aku (burung Hud) dapati dia dan kaumnya menyembah matahari, bukan kepada Allah; dan syaitan telah menjadikan terasa indah bagi mereka p...

Biarkan Pendidikan Memilih

Dewasa ini permasalahan SDM lebih dominan terlihat di negeri ini. Tentu saja ini berkaitan dengan SDM negeri ini yang luar biasa besar. Meski kuantitasnya luar biasa besar, sampai saat ini belum ada kesamarataan kualitas SDMnya. Masih ada ketimpangan antara orang-orang yang berilmu (paham) serta yang tidak. Sangat timpang bahkan. Lihat saja… di negeri ini pelajar yang tawuran dan pelajar yang mencetak tinta emas pada kejuaraan internasional ‘berebutan tempat’ di ruang berita. Orang yang taat peraturan dan yang tak peduli pun mudah terlihat di jalanan. Miris… hanya itu yang dapat menggambarkannya. Apa yang salah? Menelusuri pendidikan tampaknya menjadi gerbang utama pembuka tabir ini. Membahas pendidikan memunculkan bayangan akan tiap tetes peluh para ‘tumpuan pendidikan’. Terbayang pula kerasnya mereka ‘memutar otak’ untuk menyuapi otak-otak cemerlang anak didiknya. Menjadi ketegaan yang amat buruk jika mempersalahkannya. Namun fakta tak selalu seindah bayangan. Saat ini tak lagi ...