Saat itu ketika aku mulai berdiam justru kau terus melaju, membombardir tembok-tembok kelembaman. Aku terpana, kau dengan segala ‘keterlambatan’ (menurutmu) berhasil memborbardir dinding tebal yang selalu kukeluhkan. Lajumu tak pernah terhenti, aku semakin terpana, kau yang pernah memintaku mengajarimu justru menjadi guru bagiku. Kau secara tak sadar membuatku kembali bergerak, mencoba melakukan hal yang sama denganmu, menghancurkan tembok-tembok kelembaman. Benar-benar tak mudah.., tak seperti dirimu yang berhasil menghancurkannya dalam satu kali ketukan. Mungkin kelembamanku telah lama kubiarkan hingga sendi-sendi gerakku ngilu untuk merobohkannya. Jika tak melihat binarmu yang cerah, jika tak melihat lajumu yang semakin cepat mungkin aku akan berhenti merobohkannya.
Kau dengan segala kecerahan binarmu selalu menggerakkan asaku ke tempat yang lebih tinggi. Kau meski kian dibuntuti lelah dan keluh (konsekuensi dari sebuah pergerakan) selalu bersinar. Kau memang pernah mengeluh, tapi keluhmu selalu kau ungkapkan dengan kata-kata Illahiah. Lagi-lagi kau menjadi guru bagiku. Kau dengan segala binar yang kau punya sanggup membuatku berlari lebih deras.., mengejar kau yang rupanya mulai meninggalkanku. Kau tak pernah berhenti bergerak, membuatku harus terengah. Beruntungnya aku tak terjatuh, pun jika aku terjatuh kau rela berbalik, menyodorkan tangan, membantuku berdiri.
Apakah kau tau?
Saat langkahmu mulai ‘tergesa’, kau membuatku panik. Kau membuatku merasa semakin tertinggal meski aku mencoba menyusulmu. Meski ketergesaan itu kadang berarti kau sedang gelisah, mempertanyakan segala yang terjadi. Mengapa aku merasa tertinggal pun ketika kau gelisah? Karena kau selalu menemukan cara kembali ke jalan Illahiah.
Ketika gelisah kau mungkin berpikir segala asamu tengah buram, padahal sebenarnya Ia sedang mencerahkannya kembali. Ia ingin kau mengevaluasi diri, bertanya pada hati apa yang telah kau lalui. Kadang kau pun gelisah ketika semakin banyak ilmu yang kau tau tapi belum banyak yang kau kerjakan. Taukah.., kau semakin membuatku terpana, binarmu itu selalu menggoyahkan lembamku (lagi). Dengan hati yang seperti itu kau akan selalu memperbaharui iman yang kau punya. Kau-lah inspirator, walau kadang kau tak sadar.
Didedikasikan untuk para inspirator, yang kadang menutup diri karena iman kepadaNya.
Izinkan aku belajar darimu.
Comments
Post a Comment